Teori Interaksionisme Simbolik (G. Herbert Mead)

oleh
oleh
teori interaksionisme simbolik

Teori interaksionisme simbolik – Merupakan perspektif sosiologis yang menjelaskan perilaku individu dan membuat keputusan berdasarkan pada lingkungan sosialnya (individu lain, adat istiadat dan lain sebagainya). dalam klasifikasi teori sosiologi, teori ini termasuk dalam perspektif teori sosiologi mikro

Dalam masyarakat tertentu bentuk penghormatan kepada orang lain bisa saja berbeda bentuknya, simbol penghormatan yang berbeda ini kemudian berpengaruh pada perilaku individu dalam interaksinya. Dengan memahami hal ini, seseorang akan mengerti bagaimana harus berperilaku dan mengambil keputusan ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Teori ini selaras dengan pemikiran Max Weber tentang tindakan sosial, dimana seseorang dalam bertindak dibedakan menjadi tindakan sosial tradisonal, rasional instrumental, tindakan sosial Afektif dan tindakan sosial orientasi nilai. Intinya tindakan individu secara subyektif ditujukan kepada individu lain.

Untuk mendapatkan update dan memudahkan membaca artikel dari web ini tanpa membuka browser internet, anda dapat mengunduh Aplikasi dunialiterasi.com di Play Store.

baca juga : Teori Hiperrealitas

Teori Interaksionisme Simbolik (Herbert Mead)

Dalam salah satu karya Mead yaitu dalam buku Mind, Self, dan Society. Mead menguraikan bahwa proses taham pengembangan diri (Self) manusia. Sejak lahir manusia mengalami perkembangan secara bertahap melalui interaksi dengan individu atau anggota masyarakat lain (Sunaryo, 2004).

Menurut teori Interaksionisme Simbolik, manusia memiliki kemampuan untuk memberikan makna dan menginterpretasi simbol-simbol dalam interaksi sosial mereka. Simbol-simbol tersebut dapat berupa kata-kata, gerakan, atau lambang-lambang lain yang digunakan dalam interaksi sosial. Manusia memiliki kemampuan untuk mengambil perspektif orang lain dan menggunakan simbol-simbol tersebut untuk memahami tindakan mereka.

Teori Interaksionisme Simbolik berfokus pada interaksi sosial sebagai bentuk konstruksi sosial, dimana manusia membangun makna-makna sosial melalui interaksi mereka dengan lingkungan sosial. Dalam interaksi sosial, manusia berinteraksi satu sama lain melalui simbol-simbol yang dipahami secara bersama-sama. Konstruksi makna sosial ini terus berubah dan berkembang melalui interaksi sosial yang terjadi.

Menurut Mead, interaksi sosial memainkan peran penting dalam pengembangan diri seseorang. Dalam interaksi sosial, individu membangun konsep diri mereka melalui refleksi terhadap diri mereka sendiri dan persepsi orang lain terhadap mereka. Konsep diri seseorang terbentuk melalui interaksi sosial dengan orang lain dan melalui pengalaman-pengalaman yang mereka alami.

Dalam teori Interaksionisme Simbolik, penting untuk memahami konteks sosial dan budaya dimana simbol-simbol digunakan. Setiap budaya memiliki makna dan simbol yang berbeda-beda, dan simbol-simbol tersebut dapat berubah seiring waktu. Oleh karena itu, interpretasi simbol-simbol harus dipahami dalam konteks budaya dan sosial yang tepat.

Dalam kesimpulannya, teori Interaksionisme Simbolik oleh Herbert Mead merupakan teori yang menekankan pada konstruksi sosial makna-makna melalui interaksi sosial. Dalam teori ini, individu membangun konsep diri mereka melalui refleksi terhadap diri mereka sendiri dan persepsi orang lain terhadap mereka. Penting untuk memahami konteks sosial dan budaya dimana simbol-simbol digunakan untuk dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Karakteristik substantif Interaksionisme simbolik

Menurut Blumer (Ritzer, 1985) istilah interaksionisme simbolik menunjukan sikap interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menafsirkan dan saling mendefinisikan tindakan yang dilakukan. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain.

Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasari atas makna atau stimuli yang diberikan terhadap tindakan yang dilakukan. Setiap tindakan individu, diatur oleh simbol-simbol, interpretasi atau saling berusaha untuk memahami maksud dari tindakan masing-masing. Sehingga dalam proses interaksi manusia itu bukan suatu proses saat adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan respon atau tanggapan.

Tetapi antar stimulus yang diterima dan respon yang terjadi sesudahnya di proses interpretasi diantarannya oleh si aktor atau individu (Soge, 2019).

Menurut pandangan Mead, tindakan sebagai unit primitif dalam teorinya, dalam menganalisis tindakan, pendekatan Mead hampir sama dengan pendekatan behavioris dan memusatkan perhatian pada rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response). Seperti yang dikatakan Mead, kita membayangkan stimulus sebagai sebuah kesempatan atau peluang untuk bertindak, bukan suatu paksaan atau perintah.

4 tahapan basic interaksi

teori interaksionisme simbolik - tahapan interaksi

Mead mengidentifikasi empat basis dan tahapan tindakan yang saling berhubungan (Schmitt dan Schmitt, 1996). Keempat tahapan itu mencerminkan satu kesatuan organik (dengan kata lain keempatnya saling berhubungan secara dealektis (Ritzer, 2014).

BACA JUGA  Determinasi Globalisasi - Multi nasional Corporations

Impuls

Tahapan yang pertama adalah dorongan hati atau implus (impulse) yang meliputi stimulasi atau rangsangan spotan yang berhubungan dengan alat indera dan reaksi aktor terhadap rangsangan, kebutuhan untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan itu.

Aktor (baik binatang atau manusia) secara sepontan dan tanpa berfikir memberikan reaksi atas implus, tetapi aktor manusia lebih besar kemungkinannya akan memikirkan reaksi yang tepat.

Seorang aktor atau masyarakat betindak melakukan sesuatu karena suatu kebutuhan dorongan dari luar dirinya yang melibatkan individu bertindak, dan juga masyarakat memikirkan tindakan atau reaksi yang tepat terhadap situasi kondisi dalam masyarakat.

Dalam berfikir tentang reaksi, manusia tidak hanya mempertimbangkan pengalaman situasi kini, tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat dari tindakan di masa depan. Secara menyeluruh, implus, seperti semua unsur teori Mead, melibatkan aktor atau masyarakat dan lingkungan.

Persepsi.

Tahapan kedua adalah persepsi (perception). Aktor menyelidik dan bereaksi terhadap rangsangan yang berhubungan dengan implus. Manusia memiliki kapasitas untuk merasakan dan memahami stimuli pendengaran, senyuman, rasa, dan sebagainya.

Persepsi melibatkan rangsangan yang baru masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya. Aktor tidak secara spontan menanggapi stimuli dari luar, tetapi memikirkan sebentar dan menilainya melalui banyangan mental.

Manusia tidak hanya tunduk pada rangsangan dari luar, mereka juga secara aktif memiliki ciri-ciri rangsangan dan memilih di antara sekumpulan rangsangan. Artinya sebuah rangsangan mungkin mempunyai beberapa dimensi dan aktor mampu memilih di antaranya.

Aktor biasa berhadapan dengan banyak rangsangan yang berbeda dan mereka mempunyai kemampuan untuk memilih yang sekirannya perlu diperhatikan dan yang mana perlu diabaikan. Mereka menolak untuk memisahkan orang dari objek yang mereka pahami. Tindakan memahami objek itulah yang menyebabkan sesuatu itu menjadi objek bagi seseorang. Pemahaman dan objek tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Manipulasi.

Tahap ketiga adalah manipulasi (manipulation). Segera setelah implus menyatakan dirinya sendiri dan objek telah dipahami, langkah selanjutnya adalah manipulasi objek atau mengambil tindakan berkenaan dengan objek itu. Tahapan manipulasi merupakan tahap jeda yang penting dalam proses tindakan agar tanggapan tidak terwujud secara spontan, meberi sela waktu dengan memperlakukan, memungkinkan manusia merenungkan berbaga macam tanggapan.

Seorang aktor akan bertindak mencari tahu serta memikirkan reaksi setelah melalui beberapa proses berfikir yang lama, setiap tindakan yang dilakukan aktor mempertimbangan dengan pengalaman masa lalu, sehingga aktor tidak melakukan suatu reaksi dengan spontan, tetapi melalui tahapan serta proses eksperimen di mana aktor secara mental menguji berbagai macam hipotesis tentang apakah yang akan terjadi bila tindakan dilakukan.

Konsumsi.

Berdasarkan pertimbangan ini, aktor mungkin memutuskan untuk memakan cendawa (atau tidak) dan ini merupakan tahapan keempat tindakan, yakni tahapan pelaksanaan/konsumsi (consummation), atau mengambil tindakan yang memuaskan dorongan hati yang sebenarnya.

Manusia bertindakan dengan kemampuannya untuk memanipulasi suatu tindakan atau reaksi dengan memikirkan impilkasi dari tindakan yang dilakukan, aktor melakukan suatu tindakan dengan proses berfikir melalui tindakan yang dilakukannya, dengan dorongan internal aktor malakukan tindak yang memberikan kepuasan pada dirinya dan meminimalisir impilkasi dari tindakan tersebut.

Semisal manipulasi makanan mungkin menimbulkan dorongan rasa lapar individu dan persepsi bahawa orang itu lapar dan bahwa makanan tersedia untuk memenuhi kebutuhan (Ritzer, 2014).

Teori interaksionisme simbolik melihat kehidupan sosial sebagai kesatuan interaksi antar individu dengan menggunakan simbol symbol yang penuh makna.

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.

Menurut Teori Interaksionisme Simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol-simbol, mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Dan juga pengaruh yang ditimbulkan dari penafsiran simbol-simbol tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang terlihat dalam interaksi sosial.

Premis atau Prinsip dasar Teori Interaksionisme Simbolik

Penggunaan simbol juga ditemui dalam proses berpikir subjektif dan reflektif. Hubungan yang terjadi antar komunikasi dengan kesadaran subjektif sedemikian dekat sehingga proses tersebut dapat dilihat sebagai sisi yang tidak kelihatan dari komunikasi. Proses penggunaan simbol secara tidak kelihatan (convert) menginspirasi pikiran atau kesadaran. Suatu segi yang penting disini bahwa intelegensi manusia mencangkup kesadaran tentang diri (self) secara bertahap.

BACA JUGA  Memahami Teori Mekanisme Survival (Strategi Bertahan Hidup)

Individu memperoleh konsep diri dengan interaksinya melalui orang lain sebagai bagian dari proses yang sama dengan proses munculan pikiran. Jika proses berpikir itu terdiri dari suatu percakapan internal maka konsep diri itu di dasarkan pada individu yang secara tidak kasat mata (kelihatan) menunjukan pada identitas dirinya yang dinyatakan oleh orang lain. Melalui pikiran manusia (mind) membetuk sebuah makna dari terjadinya interaksionisme simbolik dan ide-ide dasar yang membentuk sebuah makna, mengenai diri (self) , dan masyarakat (society) agar individu tetep tinggal di tenggah masyarakat.

Berikut mengenai prinsip dasar interaksionisme simbolik menurut beberapa tokoh (Blumer, 1969a; Manis dan Maltzer, 1987; A. Rose, 1962; Snow, 2001):

  1. Manusia di bekali kemampuan untuk berpikir, tidak seperti binatang. individu merespon suatu situasi simbolik, mereka meresponlingkungan termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka.
  2. Interaksi sosial membentuk kemmpuan untuk berpikir
  3. Manusia memperlajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu berasal dari interaksi sosial .
  4. Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi. makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melihat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa, negosiasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek fisik, tindakan atau peristiwa itu ) namun juga gagasan yang abstrak.
  5. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.
  6. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara peluang tindakan itu.
  7. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat.

Teoritisi interaksinisme simbolik mempunyai konsep yang agak luar biasa mengenai pikiran yang menurut para tokoh berasal dari sosialisasi kesedaran. Mereka membedakan mengenai pikiran dari otak fisiologis, teoritis interaksionisme simbolik tidak membayangkan pikiran sebagai benda ataupun sebagai sesuatu yang memiliki struktur fisik, tetapi lebih membayangkannya sebagai proses yang berkelanjutan. Pikiran menurut interaksionisme simbolik, berhubungan dengan setiap aspek lain termasuk sosialisasi, arti, simbol, diri, interaksi dan juga masyarakat. “ (Ritzer, 2014).

Karya tunggal Mead yang amat penting dalam hal ini terdapat dalam bukunya yang berjudul Mind, Self dan Society. Mead megambil tiga konsep kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyusun sebuah teori interaksionisme simbolik.

3 Konsep Penting dalam Memahami Teori Interaksionisme simbolik

Adapun tiga konsep itu dan hubungan di antara ketiganya merupakan inti pemikiran Mead, yaitu :

A. Mind (pikiran)

Pikiran, yang didefinisikan Mead sebagai proses percakapan seseorang dengan dirinya sendiri, tidak ditemukan di dalam diri individu, pikiran adalah fenomena sosial. Pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial dan merupakan bagian integral dari proses sosial. Proses sosial mendahului pikiran, proses sosial bukanlah produk dari pikiran. Jadi pikiran juga didefinisikan secara fungsional ketimbang secara substantif. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respon saja, tetapi juga respon komunitas secara keseluruhan.

Berikutnya, pikiran muncul dan berkembang dalam proses sosial yang merupakan bagian integral dari proses sosial. Karakteristik istimewa dari pikiran adalah kemampuan individu untuk “memunculkan dalam dirinya sendiri tidak hanya satu respons saja, tetapi juga respon secara keseluruhan, itulah yang dinamakan pikiran. Dalam melakukan sesuatu berarti memberi respons terorganisasi tertentu, dan bila seseorang mempunyai respons tersebut dalam dirinya, maka ia mempunyai apa yang kita sebut pikiran. Mead juga melihat pikiran secara pragmatis. Yakni, pikiran melibatkan proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian masalah.” (Ritzer, 2014)

B. Self (Diri)

The self atau diri, menurut Mead merupakan ciri khas dari manusia. Yang tidak dimiliki oleh binatang. Diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek dari perspektif yang berasal dari orang lain, atau masyarakat. Tapi diri juga merupakan kemampuan khusus sebagai subjek. Diri muncul dan berkembang melalui aktivitas interaksi sosial dan bahasa. Menurut Mead, mustahil membayangkan diri muncul dalam ketiadaan pengalaman sosial.

BACA JUGA  Pemberdayaan Masyarakat Desa (Masa Pandemi Covid - 19)

pada dasarnya diri adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai sebuah objek. Diri mensyaratkan proses sosial dalam komunikasi antar manusia. Binatang dan bayi yang baru lahir tak mempunyai diri sebab diri muncul dan berkembang melalui aktifitas  antar hubungan sosial. Mead berpendapat mustahil membayangkan diri yang muncul dalam keadaan pengalaman sosial. Mead menyatakan bahwa tubuh belum menjadi diri dan baru akan menjadi diri bila pikiran telah berkembang. (Ritzer, 2014).

C. Society (Masyarakat)

Pada tingkat paling umum, Mead menggunakan istilah masyarakat (society) yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Di tingkat lain, menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam bentuk “aku” (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik diri, untuk mengendalikan diri mereka sendiri.

Mead menggunakan istilah masyarakat (socety) yang berarti proses sosial tanpa henti yang mendahului pikiran dan diri. Masyarakat penting perannya dalam membentuk pikiran dan diri. Di tingkat lain, dimana menurut Mead, masyarakat mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisasi yang diambil oleh indvidu dalam bentuk “aku” (me). Menurut pengertian individual ini masyarakat mempengaruhi mereka, memberi mereka kemampuan melalui kritik diri untuk mengendalikan diri mereka sendiri. “ (Ritzer, 2014).

Sumbangan terpenting Mead tentang masyarakat, terletak dalam pemikirannya mengenai pikiran dan diri.Pada tingkat kemasyarakatan yang lebih khusus, Mead mempunyai sejumlah pemikiran tentang pranata sosial (social institutions). Secara luas, Mead mendefinisikan pranata sebagai “tanggapan bersama dalam komunitas” atau “kebiasaan hidup komunitas”. Secara lebih khusus, ia mengatakan bahwa, keseluruhan tindakan komunitas tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama, berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama dipihak komunitas.

Interaksionisme Simbolik dalam Praktik

Menurut Mead manusia memnpunyai sejumlah kemungkinan tindakan dalam pemikirannya sebelum ia memulai tindakan yang sebenarnya. Sebelum melakukan tindakan yang sebenarnya, seseorang mencoba terlebih dahulu berbagai alternative tindakan melalui pertimbangan proses berfikir.

Karena itu, dalam proses tindakan manusia terdapat suatu proses mental yang tertutup yang mendahului proses tindakan yang sebenarnya. Mead melihat bahwa persepsi tentang dunia luar dan kesadaran subyektif saling memiliki ketergantungan, pikiran merupakan suatu proses, dengan proses itu individu atau masyarakat menyesuaika diri dengan suatu lingkungan, dan kemudian pikiran atau kesadaran muncul dalam bentuk proses tindakan atau reaksi (Wirawan, 2012).

Konsep teori Interkasionisme simbolik, menurut pandangan Mead, tindakan sebagai unit primitif dalam teorinya, dalam menganalisis tindakan, pendekatan Mead hampir sama dengan pendekatan behavioris dan memusatkan perhatian pada rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response).

Manusia menyatu dalam tindakan sosial. Tahapan tindakan itu meliputi, implus, persepsi, manipulasi, dan konsumsi atau pemenuhan. Manusia bertindak melibatkan refleksi dan mengasumsikan adanya suatu kualitas yang baru, dorongan ini dipancarkan melalui tindakan yang terjadi.

sederhana persepsi masyarakat muncul sebab di pengaruhi oleh lingkungan dan kelompok masyarakat yang melalui tahapan berfikir. Dalam berfikir reaksi atau respon, individu tidak hanya mempertimbangkan situasi saat ini tetapi melihat pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat dari tindakannya. melalui tahap dan proses pengalaman masa yang dipengaruhin sehingga muncul sebuah reaksi atau stigma.

Menurut Baron & Byrne mengemukakan bahwa persepsi sosial (Social Perception) adalah proses untuk mencobak mengetahui dan memahami orang lain. Melalui persepsi seseorang berusaha mencari tahu dan mengerti orang lain (Mawardi, 2013).

Secara senderhana dapat kita pahami bahwa persepsi atau stigma masyarakat dalam penelitian ini merupakan kesan yang diungkapkan masyarakat setelah melihat tindakan obyek, atau berinteraksi dengan obyek yaitu pandangan terhadap kiai yang ikut serta dalam konstestasi politik di Desa Jungkat Kecamatan Raas Kabupaten sumenep. Kesan tersebut bisa berupa pandangan positif atau negatif.

Masyarakat melakukan suatu tindakan sosial atau reaksi karena suatu kebutuhan yang didorong dari luar dirinya, yang melibatkan individu untuk bertindak serta memikirkan tindakan yang tepat. Contoh: Tindakan masyarakat dalam merespon keikut sertaan ulama atau kiai dalam panggung politik memiliki respon yang bervariasi, bahkan ada yang begitu antusias serta seringkali melakukan kampanye dengan mengkaitkan acara keagamaan dan politik seperti pengajian, sholawatan, dan yasinan bersama yang langsung di hadiri kiai serta paslon yang sedang diusungnya.

Selain itu, ada masyarakat yang bersikap apatis atau tidak menyatakan sikap apapun terhadap kiai yang berpolitik. Sebaliknya ada yang memiliki interpretasi negatif, karena lingkungannya memberikan pemahaman bahwa kiai tugasnya adalah dalam urusan agama bukan pada persoalan politik.

By Ahmad Yani

Tinggalkan Balasan