Penyandang Disabilitas berhak mendapatkan Pendidikan yang setara, bagaimana strategi pemberdayaan Penyandang disabilitas dalam pendidikan?
Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang mempunyai keterbatasan dari segi fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama. Yang apabila berinteraksi dengan lingkungan akan mengalami hambatan dalam bersikap atau kesulitas dalam berpartisipasi penuh dalam masyarakat. penyandang disabilitas juga dinggap sebelah mata, karena keadaan fisik dan mental yang kurang sempurna.
Sebagai warga negara Indonesia tidak terkecuali penyandang disablitas memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Akan tetapi, dalam realitasnya penyandang disabilitas kurang mendapatkan akses dalam menumpuh pendidikan. Sehingga dibutuhkan strategi untuk memberdayakan pendidikan bagi masyarakat penyandang disabilitas.
Urgensi Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas
Kesenjangan pendidikan masih sangat terasa bagi penyandang disabilitas. Menurut Jayani (2020) sebagian besar penyandang disabilitas hanya menempuh tingkat pendidikan rendah yakni 25,83% adalah jenjang SD sederajat, 30,54% tidak tamat SD dan sebanyak 21,22% belum menempuh pendidikan. Adapun penyandang disabilitas yang menepuh pendidikan hingga ke jenjangg perguruan tinggi hanya sebanyak 2,8%. Maknanya kesenjangan pendidikan antara penyandang disabilitas dan non-disabilitas sangat signifikan perbedannya.
Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 tentang Pendidikan dan Kebudayaan ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Begitu pula dengan penyandang disabilitas, mereka sebagai warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak dari segi jenjang pendidikan hingga jenis keilmuannya. Selain itu, hal ini juga telah di atur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-hak Penyandang Disabilitas.
Dalam KemenPPPA tentang sistem perlindungan anak berkebutuhan khusus, penyandang disabilitas diartikan sebagai orang dengan keterbatasn fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka watu lama yang berinteraksu dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat mengalami hambatan yang menyulitkan untuk turut berpartisipasi penuh serta efektif berdasarkan kesamaan hak. Adapun istilah disabilitas sendiri, diambil dari bahasa Inggris yakni diffrent ability yang memiliki arti menusia memiliki kemampuan berbeda. Jenis penyandang disabilitas terbagi dalam beberapa kategori yakni disabilitas fisik yang digolongkan pada sebab (cacat sejak lahir) dan jenis (cacat karena kecelakaan, amputasi dll.), disabilitas mental, dan disabilitas ganda.
Berbagai peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam memperhatikan hak penyandang disabilitas, salah satunya dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1997 tepatnya pasal 6 ditegaskan bahwa setiap penyandang cacat atau disabilitas berhak mendapatkan: pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; perlakukan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasilnya; akses dalam rangka kemandirian; rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dari kebijakan diatas disebutkan bahwa penyandang disabilitas juga berhak atas pendidikan tanpa ada perbedaan dalam satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikannya. Maka dari itu, diperlukan juga lembaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang dalam pendidikan untuk penyandang disabilitas.
Akan tetapi, dalam realita praktiknya sebagian besar pendidikan yang ada di Indonesia belum memberikan kesempatan yang seharusnya kepada penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak dalam menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Meskipun sudah ada beberapa lembaga pendidikan yang menyediakan program atau akses bagi penyandang disabilitas namun, hal itu belum sepenuhnya didukung oleh fasilitas layanan yang memadai dan masih sangat terbatas.
Oleh sebab itu, tak banyak dari penyandang disabilitas yang terus melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Disisi faktor kelembagaan dan fasilitas, masih ada beberapa faktor lainnya yang menjadi penghambat bagi penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan. Seperti, kurangnya dukungan dari keluarga dan kerabat, ketidak mampuan pada finansial dan kurangnya rasa percaya diri pada si penyandang disabilitas.
Dengan begitu diperlukan cara untuk membangkitkan dan menyelaraskan pendidikan untuk penyandang disabilitas, yakni melalui pemberdayaan. Pemberdayaan bertujuan untuk merubah masyarakat disabilitas agar mereka juga dapat merasakan pendidikan yang setara dengan non-disabilitas.
Problem Solving: Strategi Pemberdayaan

Pemberdayaan sebenarnya mengadopsi kata dari bahasa Inggris empwerment yang di artikan sebagai peningkatan kekuasaan. Pemberdayaan juga bisa definisikan sebagai Inisiatif yang menghubungkan kekuatan individu, dukungan sosial, dan perilaku aktif untuk menciptakan perubahan sosial yang berlandaskan bottom up.
Pemberdayaan memiliki enam strategi pendekatan secara khusus yakni sebagai berikut:
- Learning by doing, dalam pendekatan ini dilakukan pendekatan untuk menemukan masalah, mengeksplorasi, serta melakukan berbagai aksi dan dilakukan secara terus menerus.
- Problem solving, pada pendekatan kedua ini dilanjutkan dengan mencari solusi yang tepat dari penemuan masalah. Tahap pencarian solusi ini juga melibatkan masyarakat agar menemukan solusinya sendiri.
- Self-evaluation, tahap evaluasi diri juga dilakukan oleh masyarakat sejauh mana mereka melakukan perubahan dan perkembangan.
- Self-development dan coordination, tahap ini dikoordinasi langsung oleh masyarakat itu sendiri dan ditujukan untuk masyarakat pula.
- Self-selection, tahap seleksi juga melibatkan masyarakat secara aktif untuk menentukan prioritas masalah, tujuan, dan program apa yang akan di pakai.
- Self-decision, pada tahapan terakhir lebih baik masyarakat membuat keputusan sendiri. Namun, juga akan dipandu dengan fasilitator yang ada bila masyarakat kurang percaya diri terhadap keputusannya.
Keenam teknik pendekatan permberdayaan diatas kemudian diaplikasikan dengan melibatkan partisipasi pada komunitas, yayasan atau lembaga yang menaungi masyarakat penyandang disabilitas agar mudah dalam melakukan pendampingan pada pemberdayaan pendidikan ini.
Pemberdayaan Penyandang Disabilitas (Pendidikan)
Dalam melakukan pemberdayaan yang mana hal ini adalah pendampingan maka perlu dilakukan secara terus-menerus (berkala). Karena hasil yang dirasakan tidak bisa dilihat dalam jangka pendek. Pemberdayaan pendidikan ini juga bertujuan supaya penyandang disabilitas memiliki kapasitas dan kemandirian dalam mengakses pendidikan.
Berikut tahapan pemberdayaan pendidikan untuk penyandang disabilitas:
- Melakukan penggalian kebutuhan dan membangun relasi baik dengan penyandang disabilitas dan komunitas atau yayakan yang ditujukan. Proses ini juga mencari akar masalah dari kurangnya minat pendidikan bagi penyandang disabilitas.
- Proses intervensi, proses ini melibatkan fasilitator untuk mengsosialisasikan, dan memberikan arahan yang tepat kepada komunitas atau yayasan untuk penyandang disabilitas.
- Tahap evaluasi, oleh karena pemberdayaan ini tidak bisa dirasakan dalam jangka waktu pendek maka perlu kemandirian dari komunitas atau yayasan untuk tetap melakukan pendampingan pada penyandang disabilitas. Yang kemudian akan di evaluasi sebara pengaruh pemberdayaan pendidikan ini pada tingkat keinginan sekolah bagi penyandang disabilitas.
Kesimpulan
Penyandang disabilitas merupakan seseorang yang mempunyai keterbatasan dari segi fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama. Penyandang disabilitas juga dinggap sebelah mata, karena keadaan fisik dan mental yang kurang sempurna. Sebagai warga negara Indonesia tidak terkecuali penyandang disablitas memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Akan tetapi, dalam realitasnya penyandang disabilitas kurang mendapatkan akses dalam menumpuh pendidikan. Sehingga dibutuhkan strategi untuk memberdayakan pendidikan bagi masyarakat penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas juga berhak atas pendidikan tanpa ada perbedaan dalam satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikannya. Maka dari itu, diperlukan juga lembaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang dalam pendidikan untuk penyandang disabilitas. Akan tetapi, dalam realita praktiknya sebagian besar pendidikan yang ada di Indonesia belum memberikan kesempatan yang seharusnya kepada penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak dalam menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Pemberdayaan sendiri memiliki enam strategi. Dan terdapat tahapan pemberdayaan pendidikan untuk penyandang disabilitas: (1) Melakukan penggalian kebutuhan dan membangun relasi baik dengan penyandang disabilitas dan komunitas atau yayakan yang ditujukan. (2) proses investasi. (3) dan tahan revolusi.
BY: Diva Fatima Azzahra,Firda Fitriyah, dan Berlyana Putri Shafira
Sumber
_______. (2019). Sitem Perlindungan Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses pada tanggal 20 Juni 2022 pada website: https://spa-pabk.kemenpppa.go.id/index.php/perlindungan-khusus/anak-penyandang-disabilitas/723-penyandang-disabilitas
Andayani, A., & Afandi, M. (2019). Pemberdayaan dan pendampingan komunitas penyandang disabilitas dalam mengakses Pendidikan tinggi. Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, 16(2), 153-166.
Jayani, Dwi Hadya. (2020). Hanya 2,8% Penyandang Disabilitas Menamatkan Perguruan Tinggi. Diakses pada tanggal 20 Juni 2022 pada laman webistie: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/07/hanya-28-penyandang-disabilitas-menamatkan-perguruan-tinggi
Rachmawati, S., & Muhtadi, M. (2020). Strategi Pemberdayaan Soft Skills Penyandang Disabilitas Di Deaf Caede dan Car Wash Cinere Depok Jawa Barat. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat, 8(2), 148-167.