Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa pemilu bukanlah sarana untuk mencari pemimpin yang sempurna, melainkan merupakan mekanisme yang diperlukan untuk mencegah individu dengan niat jahat mengambil alih posisi kepemimpinan.
Pemilu untuk Mencegah Orang Jahat Jadi Pemimpin
Dalam sebuah ‘Forum Diskusi Pemilu’ yang disiarkan melalui kanal YouTube Kemenko Polhukam RI pada Rabu (13/9), Mahfud MD menyampaikan pandangannya mengenai esensi pemilu. Ia mengatakan, “Pemilu itu harus dilaksanakan bukan karena kita ingin mendapatkan pemimpin yang ideal, baik.”
Pernyataan tersebut menggarisbawahi bahwa pemilihan umum adalah bagian integral dari proses demokrasi yang bertujuan untuk menjaga stabilitas politik dan mencegah individu yang tidak memiliki niat baik atau agenda tersembunyi untuk menduduki jabatan pemimpin.
Mahfud MD juga menekankan bahwa pemilu harus tetap dijalankan secara demokratis dan transparan. Proses pemilu yang adil dan terbuka dapat membantu meminimalkan risiko penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan bahwa pemimpin yang terpilih adalah yang memiliki integritas dan komitmen terhadap pelayanan publik.
Pandangan Menko Polhukam ini menjadi sorotan dalam konteks persiapan menuju pemilu berikutnya di Indonesia. Hal ini juga mengingatkan masyarakat akan pentingnya partisipasi dalam pemilu sebagai salah satu bentuk menjaga tatanan demokrasi dan mencegah pemerintahan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang baik.
“Tapi Pemilu dilaksanakan untuk mencegah orang jahat menjadi pemimpin, untuk mencegah orang jahat menjadi wakil rakyat. Itulah perlunya Pemilu,” imbuh Mahfud.
Mahfud menyampaikan itu mengutip pernyataan dari Franz Magnis-Suseno sebagai pengingat dan untuk membangun kesadaran masyarakat tentang Pemilu.
Baca Juga: 7 prinsip dasar Moral Politik
Perlunya Aturan dalam Demokrasi untuk Mencegah Polarisasi dan Politik Identitas
Mahfud MD menggarisbawahi pentingnya aturan dalam menjaga stabilitas demokrasi, sambil mengingatkan bahwa demokrasi dan pemilu tanpa aturan bisa menjadi tidak terkendali.
Dalam sebuah pernyataan, Mahfud MD menjelaskan bahwa penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah dibentuk untuk memastikan bahwa pemilu berjalan sesuai dengan asas Luber Jurdil, yaitu bebas, adil, jujur, dan demokratis.
Menurut Mahfud MD, dalam proses menuju pemilu, perlu diwaspadai narasi yang mungkin muncul dari partai politik dan elit politik. Beberapa narasi tersebut dapat berpotensi memicu polarisasi dan memperkuat politik identitas.
“Publik harus memiliki kesadaran ketika elite politik dengan sengaja memanfaatkan polarisasi dan politik identitas untuk mencapai kekuasaan. Mereka cenderung hanya akan memperjuangkan kepentingan pribadi dan kelompok mereka sendiri,” ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan bahwa politik identitas adalah strategi yang mendasarkan diri pada identitas primordial, dan tujuannya adalah untuk memojokkan atau mendiskriminasi pihak tertentu, baik itu kelompok minoritas maupun bukan. Namun, ia juga membedakannya dengan identitas politik, yang dianggapnya sebagai hal yang wajar dalam proses kontestasi politik.
Baca juga: 5 Prinsip dasar etika politik
Identitas politik, menurut Mahfud, adalah bagian dari politik demokratis di mana para peserta pemilu mempresentasikan platform dan ideologi mereka kepada pemilih. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara persaingan politik yang sehat dan menghindari politik identitas yang dapat memecah belah masyarakat.
Pernyataan Mahfud MD ini mencerminkan kesadaran atas tantangan-tantangan yang mungkin muncul dalam proses pemilu dan pentingnya masyarakat serta pemimpin politik untuk menjaga integritas demokrasi Indonesia.
.“Boleh ndak politik identitas? Itu definisinya dulu pahami. Politik identitas itu memang tidak boleh kalau sebuah identitas politik digunakan untuk memecah belah bangsa,” ujar Mahfud.
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga bicara soal politik identitas. Menurutnya, calon pemimpin yang punya riwayat menggunakan politik identitas untuk memecah belah umat tidak patut untuk dipilih.
Dia tidak merujuk ke salah satu nama. Akan tetapi, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar membela Anies Baswedan yang dianggap banyak kalangan punya riwayat memecah belah umat di Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu.
Muhaimin mengklaim Anies sama seperti dirinya yang mengutamakan UUD 1945 serta Pancasila dalam berpolitik. Diketahui, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar telah dideklarasikan NasDem dan PKB sebagai pasangan bakal calon presiden-wakil presiden.
(khr/bmw)