industrialisasi di madura – Madura sebagai wilayah integral Indonesia, saat ini mendapat prioritas pembangunan industrialisasi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Secara historis, Madura merupakan satu kesatuan dengan jawa. Namun secara geografis Madura terisolir dari keramaian industrialisasi karena letaknya yang dikelilingi lautan (De Jonge, 1989). Madura yang dikelilingi lautan mengnyebabkan terhambatnya transportasi keluar dan masuk Madura.
Kondisi demikian mengakibatkan adanya hambatan dalam proses pembangunan dan akses informasi serta proses distribusi dari dan ke Madura. Kurangnya akses keluar masuk Madura pada akhirnya menimbulkan terhambatnya pembangunan ekonomi di Madura, indikasi utamanya adalah sepinya Madura dari keramaian industrialisasi. Pada kenyataannya kondisi Madura yang terisolir menyebabkan tingginya angka urbanisasi bahkan migrasi yang dilakukan masyarakat Madura. Hal ini mengakibatkan kurangnya tenaga kerja terlebih bagi mereka yang telah sukses enggan kembali ke Madura karena kurangnya prospek kemajuan di Madura (Subaharianto,2004).
Tarik Ulur Industrialisasi di Madura
Madura dengan wilayah lain di Jawa Timur sebagai kesatuan ekonomi, masih terisolasi oleh ketidaktersediaan prasarana dan sarana yang memadai dalam menggerakkan roda perekonomian. Hal ini tercermin dari indikator-indikator pembangunan, yang menunjukkan posisi kabupaten-kabupaten di wilayah Madura berada di bawah kabupaten-kabupaten lainnya di Jawa Timur. Untuk itu, percepatan pembangunan Madura merupakan keharusan untuk segera dapat mensejajarkan diri dengan daerah lain.
Penjelasan diatas menjadi kerangka acuan pembangunan jembatan suramadu dengan paket industrialisasinya, Mengingat letak pulau Madura yang berdekatan dengan pulau jawa, khususnya kota Surabaya namun terdapat Gap per-ekonomian yang cukup mencolok. Wacana demikian kemudian ditindak lanjuti oleh pemerintah dengan pembangunan jembatan suramadu. Sesungguhnya rencana pembangunan jembatan suramadu ini sudah ada sejak masa orde lama, akan tetapi baru di undangkan pada tahun 1990an.
Jembatan Suramadu sebagai Pintu Masuk Industrialisasi di Madura
Pengukuhan proyek “Jembatan Surabaya – Madura dan Pengembangan Kawasan†sebagai proyek nasional adalah dengan diterbitkannya Keppres No. 55 Tahun 1990 tentang Proyek Pembangunan Jembatan Madura. Keppres tersebut di dukung DPR-RI melalui surat ketua DPR-RI kepada Presiden RI No. KD.02/5857/DPR-RI/2002 tanggal 31 Oktober 2002. Keputusan Presiden No. 79 tahun 2003 tentang Pembangunan Jembatan Surabaya – Madura. Lokasi pembangunan jembatan ini tidak didasarkan pada Jarak terdekat melainkan pada pertimbangan lalu-lintas, kondisi geologi, dan lingkungan sekitar, dipilih titik Kenjeran- surabaya — Labang bangkalan Madura.
Pembangunan jembatan suramadu dan industrialisasinya ini tidak serta merta menyeleseikan permasalah ekonomi madura. Masih banyak agenda yang harus dilengkapi guna menunjang pencapaian tujuan pembangunan madura, yaitu kesejahteraan masyarakat. Belajar dari pengalaman yang sudah ada, proses pembangunan dengan industrialisasi justeru menyisakan permasalahan bagi warga lokal ketika tidak diberdayakan dengan benar karena tidak menciptakan kemandirian masyarakat melainkan memarginalkan masyarakat, baik dalam perpektif keadilan sosial, lingkungan maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development). endingnya adalah terciptanya masyarakat madura madani. Dengan demikian diperlukan analisis komprehensif, pemahaman perubahan paradigma kesejahteraan serta kajian dampak sosial-ekonomi pembangunan (Suparjan&Suyatno, 2003)
Model Pembangunan Ideal untuk Industrialisasi di Madura
Model pembangunan yang selama ini dianut oleh Indonesia selalu minimbulkan permasalah gap perekonomian, lebih parah lagi menghilangkan potensi lokal, pengetahuan lokal, tradisi lokal, kemampuan lokal, sistem ekonomi lokal subsistens, modal manusia lokal, modal sosial lokal berujung pada ketimpangan pendapatan antara masyarakat lokal dengan investor asing dan pemerintah pusat. Oleh karena itu perlu dikembangkan paradigma revitalisasi lokalitas melalui pemberdayaan masyarakat guna menciptakan kemampuan dan kemandirian sebagai representasi keberdayaan masyarakat lokal (Agnes et al, 2004).
Kesiapan Sumberdaya manusia sebagai salah satu modal pembangunan tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh masyarakat setempat. Termasuk pembangunan suramadu dan pengembangan kawasan industri di Madura. Apabila masyarakat setempat tidak mempunyai basis capital yang kuat, maka masyarakat hanya akan menjadi penonton pembangunan dan termarginalkan dari manfaat pembangunan. Marginalisasi masyarakat oleh pembangunan menuntut perubahan orientasi development menjadi empowerment (Pemberdayaan).
Pemberdayaan merupakan Memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Konsep ini harus didukung dengan kemampuan individu (anggota masyarakat) yang terintegrasi dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat secara keseluruhan.
Pemberdayaan ini pada dasarnya mempunyai spirit, nilai-nilai yang terkandung didalamnya, kekeluargaan, kegotongroyongan, solidaritas yang menjadi unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat tetap eksis dan survive serta dinamis dalam mencapai tujuan. Mainstream pemberdayaan ini bertolak dari asumsi bahwa dalam setiap masyarakat terkandung resources baik yang faktual maupun potensial. Dalam konteks ini memberdayakan masyarakat berarti mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang ada dan upaya pemanfaatannya semaksimal mungkin guna memperkuat daya kemandirian masyarakat bersangkutan (Agnes et al, 2004).
Pemberdayaan masyarakat pada umumnya meningkatkan nilai-nilai lokalitas, termasuk didalamnya modal sosial. Modal sosial merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Keberdayaan masyarakat ini tidak sekedar berdaya dalam hal ekonomi, melainkan berdaya secara sosial, budaya maupun politik. Untuk membangun keberdayaan tersebut diperlukan modal finansial, modal manusia dan modal sosial.
Modal sosial sangat urgen keberadaannya guna meningkatkan keberdayaan suatu komunitas maupun masyarakat. Seminar nasional tentang strategi penguatan modal sosial sektor informal untuk pemberdayaan ekonomi pk5 yang diselenggarakan pengurus Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) mengadakan hearing dengan BAPPEPROF Jawa timur menunjukkan kapasitas dan urgensitas Modal sosial dalam meningkatkan produktifitas. Ketika suatu masyarakat mempunyai produktifitas secara otomatis masyarakat tersebut mempunyai keberdayaan. Dengan demikian secara dialektik modal sosial mempunyai kakuatan produktif sebagai basic pemberdayaan masyarakat.
Hasil penelitian di desa Tegaljadi Marga Tabanan Bali, menunjukkan bahwa modal sosial mempunyai peran strategis dalam pengembangan ekonomi masyarakat setempat. Melihat urgensitasnya, resources potensial sebagai modal sosial kiranya perlu digali dan diaktualisasikan sebagai modal pemberdayaan masyarakat setempat. Karena dengan modal sosial masyarakat setempat dapat beraktualisasi dengan lokalitasnya yang berdaya guna sebagai kemandirian ketika terjadi ancaman eksternal (Agnes et al, 2004) . Hanya saja permasalahannya hingga saat ini masyarakat kurang menyadari apa itu modal sosial dan bagaimana pemanfaatannya bagi pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan Madura tidak dapat diepaskan dari karakteristik masyarakat serta kesiapannya dalam menghadapi loncatan pembangunan pasca Suramadu. Untuk itu diperlukan langkah strategis guna mempersiapkan sumberdaya manusia Madura. Sumberdaya manusia merupakan sebuah determinan pembangunan nasional. Peningkatan kapasitas lokal masyarakat Madura dalam menyongsong industrialisasi dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan, penguatan institusi lokal, pembinaan jaringan sosial serta mobilisasi resources sosio-kultural. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa kualitas sumberdaya manusia berkorelasi positif dengan hasil pembangunan (Tjokrowinoto, 2002: 50)