KPK periksa Cak Imin – Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rahman, telah menyampaikan pandangannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyerukan agar KPK tidak dianggap sebagai alat politik dalam konteks pemeriksaan terhadap Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.
Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, baru-baru ini telah diumumkan sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Anies Baswedan. Namun, segera setelah pengumuman tersebut, KPK memanggil Cak Imin sebagai saksi terkait dugaan kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada tahun 2012.
KPK Periksa Cak Imin, Pukat UGM Ungkit Harun Masiku
Zaenur Rahman mengakui bahwa kasus ini telah menarik perhatian banyak pihak, terutama karena KPK baru mengambil tindakan setelah lebih dari 10 tahun sejak kasus tersebut terjadi.
“Saya sendiri juga merasa banyak pertanyaan muncul karena kasus ini telah berusia lebih dari 10 tahun. Pertanyaannya adalah mengapa KPK baru bertindak sekarang, menjelang pemilihan umum. Oleh karena itu, saya rasa pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah hal yang wajar, dan penting bagi KPK untuk bersikap transparan,” kata Zaenur dalam wawancara dengan Suara.com pada Senin (11/9/2023).
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rahman, telah mengungkapkan pandangan kritisnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemeriksaan terhadap Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, yang populer dengan sebutan Cak Imin. Ia menyoroti pentingnya KPK untuk tidak dianggap sebagai alat politik dalam konteks pemeriksaan tersebut.
Pada awalnya, Cak Imin telah dideklarasikan sebagai calon wakil presiden yang akan mendampingi Anies Baswedan dalam pemilihan presiden. Namun, tidak lama setelah deklarasi tersebut, KPK memanggilnya sebagai saksi terkait dugaan korupsi yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada tahun 2012.
Pentingnya sorotan pada kasus ini adalah fakta bahwa KPK baru mengambil tindakan setelah lebih dari 10 tahun kasus tersebut terjadi. Zaenur Rahman mencatat bahwa kejadian ini menimbulkan pertanyaan di banyak pihak, terutama karena pemeriksaan ini terjadi menjelang pemilihan umum.
“Saya sendiri juga merasa memang banyak pertanyaan karena ini kasus kan sudah berusia lebih dari 10 tahun, kok momentumnya pas sekali dengan momentum menjelang pemilihan umum. Jadi ya, saya pikir memang kalau ada yang bertanya itu satu hal yang wajar, tinggal KPK transparan,” kata Zaenur saat dihubungi oleh Suara.com pada Senin (11/9/2023).
Pernyataan Zaenur Rahman menekankan pentingnya transparansi dalam tindakan KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi, terutama yang melibatkan figur politik. Hal ini bertujuan untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga antikorupsi tersebut. Seiring dengan perkembangan pemeriksaan terhadap Cak Imin, publik akan terus memantau bagaimana KPK menjalankan tugasnya secara adil dan tanpa memihak dalam menegakkan hukum.
Baca Juga: Penyalahgunaan Bansos, KPK curigai Pencucian Uang
Pentingnya Independensi KPK dari Intervensi Kekuasaan
Untuk menghilangkan keraguan publik terkait dugaan politisasi dalam perkara yang melibatkan Cak Imin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu menunjukkan independensinya dengan tidak melakukan seleksi kasus yang bersifat sektoral atau politis.
Menurut penelitian dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) yang diungkapkan oleh Zaenur Rahman, KPK harus berkomitmen untuk tidak pandang bulu dalam penanganan kasus. Ini berarti bahwa setiap perkara yang diduga dilakukan oleh siapa pun, baik itu pihak yang berada dalam pemerintahan maupun yang berada di luar pemerintahan, harus diproses secara adil dan tegas.
Untuk menegaskan sikap tidak tebang pilih, KPK dapat memprioritaskan kelanjutan proses hukum dalam sejumlah kasus yang masih belum tuntas. Salah satu contoh yang diungkit adalah kasus mantan calon legislatif (caleg) dari PDIP, Harun Masiku, yang saat ini menjadi buronan KPK karena dugaan suap kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Dengan melanjutkan proses hukum dalam kasus-kasus semacam ini, KPK dapat membuktikan komitmennya untuk menjaga independensinya, menghindari politisasi, dan memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil tanpa memihak kepada pihak tertentu. Langkah-langkah ini akan membantu memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga antikorupsi dan memastikan bahwa penegakan hukum di Indonesia berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.
.“KPK bisa mulai, misalnya dari kasus kasus yang sudah ditangani tapi tidak beres, contohnya kasus Harun Masiku suap kepada komisioner KPU,” kata Zaenur.
Hal itu bisa menjadi pembuktian KPK, dengan mengusut sejumlah nama lain dari yang diduga berasal dari kalangan partai politik.
Baca Juga:Komentar Wapres Ma’ruf Amin Soal Cak Imin Diperiksa KPK: Bermasalah Kalau Ada Unsur Politisasi!
“Kejar Harun Masiku sampai dapat. Kemudian proses Harun Masiku dan pihak pihak lain di luar Harun Masiku yang diduga terlibat, yang diduga juga ada pihak politik,” kata Zaenur.
Kasus korupsi di Kemnaker berupa pengadaan perangkat lunak atau software sistem, serta komputer untuk perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) pada 2012. Akibatnya, sistem tersebut tidak dapat berfungsi, komputernya hanya bisa digunakan untuk mengetik.
Cak Imin kemudian diperiksa KPK pada Kamis 7 September 2023, dengan kapasitasnya sebagai Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi periode 2009-2014. Dia diperiksa sebagai saksi dan didalami keteranganya soal peran para tersangka, dan persetujuan anggaran untuk sistem perlindungan TKI.