Ekowisata hutan mangrove memberikan manfaat kepada masyarakat, baik manfaat ekonomi maupun manfaat kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menerapkan strategi yang tepat dalam membangun Ekowisata hutan mangrove agar masyarakat dapat berperan aktif hingga manfaatnya bisa dirasakan Bersama.
Potensi hutan Mangrove
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2021, diketahui total luas sekitar 3.364.064 Ha dan terdapat 3 kategori kondisi mangrove yaitu mangrove lebat, mangrove sedang dan jarang. Menteri lingkungan hidup dan kehutanan menyebut bahwa hutan mangrove seluas 600 ribu hektare telah rusak. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh rusaknya mangrove di kawasan budidaya, pemukiman dan industri.
Sementara itu, Fungsi mangrove sangat strategis dengan menciptakan ekosistem pesisir yang kondusif bagi kehidupan organisme akuatik. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga keberadaan mangrove tetap terjaga karena mangrove dapat berperan sebagai biofilter, bahan pengikat dan perangkap pencemaran. Mangrove juga merupakan habitat bagi jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus bivalvia pemakan plankton hingga meningkatkan fungsi mangrove sebagai biofilter alami.
Hutan mangrove merupakan salah satu potensi wisata yang kita miliki Indonesia dengan kawasan hutan terluas di dunia. Ini merupakan indikator bahwa potensi hutan Indonesia sangat tinggi. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau pantai. Mangrove adalah hasil sumber daya alam hutan ekowisata berupa manfaat langsung dan/atau tidak langsung, termasuk jasa wisata alam/rekreasi, jasa air/hidrogen, keindahan, keunikan dan pengiriman karbon dan penyimpanan. Namun, itu tidak dapat digunakan sedemikian rupa karena banyak faktor, baik faktor alam, tindakan masyarakat sekitar.
Sebagai faktor utama dalam menjaga hutan mangrove, seseorang harus menyadari potensi hutan mangrove. Saat ini kawasan hutan mangrove mengalami gangguan, seperti sampah antara mangrove dari pengunjung dan sampah dari dalam tanah.
Pemanfaatan Hutan Mangrove
Pemanfaatan ekosistem mangrove telah lama dilakukan masyarakat, mangrove berperan sebagai penyaring dampak buruk dan perubahan lingkungan utama serta sumber teknik bronjong dan melibatkan masyarakat dalam kerangka Pemberdayaan masyarakat, khususnya pengusaha kecil, pemberdayaan mangrove dalam konteks peningkatan memerlukan kerjasama yang saling menguntungkan , yang dikenal sebagai kemitraan usaha (Mahmudah et al., 2019). Kemitraan antara usaha besar dan kecil dapat membantu usaha kecil mengatasi kelemahan mereka melalui, antara lain, permodalan, pemasaran dan teknologi. Kelemahan ini juga ditemukan dalam pengelolaan mangrove usaha kecil.
Tema ekowisata di desa wisata edukasi Lembung.- konsep ekowisata untuk wisata alam sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan tentang lingkungan. Wisatawan yang mengunjungi tempat wisata ini belajar tentang buah-buahan, menanam dan memelihara hewan laut. Ekowisata adalah bentuk perjalanan ke tempat-tempat yang dilakukan untuk tujuan melestarikan lingkungan dan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Tindakan utama yang dilakukan untuk mengidentifikasi masalah mangrove di wilayah desa Lembung untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal.(Mulyadi et al., 2010).
Kawasan ekowisata mangrove biasanya terdapat di wilayah desa pesisir. Desa pesisir adalah entitas sosial-ekonomi, sosial-budaya yang menandai batas antara darat dan laut. Kekuatan desa pesisir mencerminkan kenyataan bahwa masyarakat di dalamnya sejahtera dan mandiri secara sosial ekonomi, politik dan ekologis.
Masyarakat pesisir adalah sekelompok orang-orang yang bersama-sama di wilayah pesisir membentuk dan memiliki budaya yang berbeda, terkait dengan ketergantungan pada sumber daya pesisir. Beberapa penelitian juga menegaskan bahwa pariwisata dengan model community ekowisata dan ekowisata dapat memberikan kontribusi positif bagi pemberdayaan masyarakat.(Rianto et al., 2021).
Ekowisata juga dapat muncul sebagai wadah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan lingkungannya melalui pariwisata berdasarkan pelestarian alam dan pendidikan lingkungan. Dengan demikian, maka masyarakat melalui kegiatan ekowisata masih perlu didorong untuk memberikan pemahaman berdasarkan bukti empiris akan dampak serta manfaat dari kegiatan ekowisata melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ini diharapkan menyentuh beberapa aspek yaitu aspek teknis, aspek sosial, dan aspek kelembagaan.
Ekowisata Hutan Magrove di desa Lembung

Desa pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan, namun memiliki sumber daya yang melimpah. Namun demikian, faktanya masyarakat pesisir ini masih banyak yang dikategorikan dalam kemiskinan. Maka dari itu masyarakat pesisir mendapatkan perhatian dari pemerintah agar kemiskinan tersebut dapat dikurangi. Hal ini tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang No 1 Tahun 2014. Maka dari itu diperlukan adanya pemberdayaan guna memperkuat potensi yang ada di daerah pesisir tersebut salah satunya yaitu hutan mangrove.
Keberhasilan dalam pelestarian hutan mangrove perlu ada beberapa masyarakat untuk menunjang tersebut. Karena hutan mangrove ini cenderung mengalami kerusakan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Kerusakan ini kadang disebabkan oleh warga sekitar sendiri. Maka dari itu pelestarian hutan mangrove caranya sangat kompleks sehingga perlu diadakannya pemberdayaan dari masyarakat lembung tersebut.
Strategi Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan Ekowisata hutan mangrove di Desa Lembung
Namun untuk menunjang pengembangan dalam pengelolaan hutan mangrove ini terdapat tiga komponen yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah aktivitas sosial, ekonomi, dan sumber daya alam. Ketiga komponen ini bersifat saling melengkapi dan juga mempengaruhi. Sumber daya alam memiliki peran penting terhadap manusia dikarenakan dapat berperan dalam aktivitas kehidupan dunia. Utamanya masyarakat pesisir sangat tergantung terhadap sumber daya alam (Afriliyani, 2018).
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Lembung Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan dilakukan dengan beberapa strategi
Strategi Persuasif
Strategi persuasif dilakukan dengan bentuk pembinaan. Pembinaan ini juga bagian dari sosialisasi, sehingga dengan adanya pembinaan ini guna untuk meningkatkan pemahaman serta kesadaran masyarakat mengenai pesan yang disampaikan. Dalam kerangka Pemberdayaan hal ini termasuk dalam kategori tahap Enabling, dimana dilakukan upaya peningkatan peluang pemanfaatan potensi yang ada melalu penyadaran masyarakat.
Strategi Edukatif dan keterampilan
Strategi edukatif yaitu strategi dengan bentuk pelatihan. Dengan pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan masyarakat. Pada strategi ini banyak macamnya karena meliputi rehabilitasi mangrove, seperti seleksi buah, pembibitan dan penanaman, pelatihan dalam bidang perikanan yaitu dengan budidaya udang tambak yang ramah linkungan dan juga budidaya bandeng. Adapun pelatihan dalam pengelolaan kelompok meliputi administrasi, hal ini berkaitan dengan pengelolaan keuangan, kepengurusan dan juga aturan dalam pelaksanaan program.
Strategi Fasilitatif
Strategi Fasilitatif, strategi ini bentuk startegi dengan memberikan bantuan usaha dengan tujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi mangrove. Selain itu juga untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar.
Dalam pengelolaan guna proses pengembangan ekowisata hutan mangrove Desa Lembung Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan masyarakat yang telah dibentuk kelompok pemberdayaan tidak hanya menggunakan ketiga strategi tersebut. Akan tetapi dilakukan juga kemitraan guna saling melengkapi. Kemitraan ini bagian dari wujud pemberdayaan antara kelompok masyarakat dengan pengelolaan hutan mangrove.
Pentingnya Komunitas atau kelompok dalam praktik pemberdayaan
Kelompok merupakan sebuah kumpulan individu yang terbentuk karena adanya kerja sama. Adanya kelompok ini bertujuan untuk meringankan beban masalah yang dihadapi oleh seorang individu dan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan adanya kelompok dapat memberikan feedback positif salah satunya dalah saling tukar pikiran untuk memecahkan masalah yang ada. Didalam kelompok terdapat beberapa prinsip yaitu prinsip keterbukaan. Pada prinsip ini siapa saja dapat mengikutinya. Prinsip partisipatif yaitu kesempatan dalam meneglola kelompok. Prinsip keadilan yaitu adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi anggota. Prinsip demokratis yaitu dimana dalam proses pengambilan keputusan dilakuakn dengan cara kesepakatan bersama dan juga sukarela tanpa adanya unsur paksaan dari pihak manapun. Prinsip keberlanjutan yaitu suatu metode guna mempertahankan dan mengembangkan kelompok tersebut.
Didalam kelompok juga terdapat kesetaraan. Hal ini terkait dengan adanya persamaan kedudukan dalam memberikan pendapat terkait keputusan yang akan diambil. Dengan adanya prinsip tersebut kelompok dapat membangun kebersamaan sesuai dengan pandangan yang dimiliki. Adanya program kemitraan ini dapat mewujudkan individu dengan menjalin kerja sama untuk menumbuhkan sikap dan rasa saling terbuka, saling percaya dan saling membutuhkan.
Kemitraan dalam Ekowisata hutan mangrove Desa lembung
Adanya hutan mangrove ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat Desa Lembung. Karena hutan mangrove ini bagian dari pengelolaan ekonomi yang dapat meraup keuntungan. Sehingga untuk menggerakkan potensi tersebut diperlukan kemitraan guna menjadi hubungan kerja yang sinergis. Dalam kemitraan ini terdapat prinsip saling mneunjang, saling mendukung, saling menghidupi berdasarkan azas kekeluargaan, kebersamaan dan saling menguntungkan. Sehingga kelompok pemberdayaan menjalankan suatu kemitraan merupakan kerja sama yang sangat kompleks.
Kemitraan ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997. Untuk mewujudkan kemitraan diperlukan usaha yang kokoh dan ditetapkan ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan, pembinaan, dan pengembangannya. Berdasarkan PP No. 17 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, serta KUH Perdata, kerjasama kemitraan mangrove merupakan strategi pemberdayaan dalam pengelolaan hutan mangrove ini harus dituangkan dalam perjanjian yang memenuhi ketentuan pasal 1320, diantaranya adalah hak dan kewajiabn para pihak harus sesuai dengan pola kemintraan yang digunakan. Pemilihan pola kemitraan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat pesisir dalam pengelolaan hutan mangrove.
Strategi Pengembangan EKowisata Hutan Mangrove di Desa Lembung
Strategi yang diterapkan dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove Desa Lembung Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan adalah :
1)mengembangkan produk ekowisata minat khusus mangrove. Poin penting dari hal ini adalah daya tarik ekowsiata hutan mangrove. Oleh karena itu kawasan hutan mangrove harus dalam keadaan bersih, kekhasan dan keunikan vegetasi satwa ekosistem mangrove, fasilitas, infrastruktur, dan kemanan. Hal ini semua mendukung dalam upaya kelestarian hutan mangrove.
2)Menambah fasilitas dan sarana kegiatan ekowisata mangrove. Dalam meningkatkan fasilitas dan sarana kegiatan ekowisata harus berdasarkan aspek konservasi, keruangan, keselamatan, kenyamanan (Ayob et al., 2009).Tata letak fasilitas dan sarana merupakan bagian dari aspek kebutuhan dan keindahan kawasan. Maka dari itu pengunjung tidak hanya tertarik pada kualitas objek namun juga tertarik pada kualitas fasilitas dan sarana, sehingga dapat memberikan rasa kepuasan terhadap pengunjung.
3)Meningkatkan mutu sumber daya manusia yang kompeten dalam kegiatan ekowisata hutan mangrove. Setiap individu dalam mengelola wisata harus memiliki jiwa kompeten yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam melaksanakan kegiatan (Yoeti, 2006). Pelatihan dan pendidikan kegiatan pengembangan ekowisata mangrove antara lain adalah teknik perencanaan interpretasi, teknik perencanaan, pemantauan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata, pemandu ekowisata dan evaluasi pencegahan dan juga pengendalian ekowisata. Dengan adanya pelatihan dan pendidikan ini akan memberikan dampak positif terhadap ekowisata hutan mangrove utamanya dalam kepuasaan pengunjung.
4)Membuat jaringan melalui website atau media sosial ekowisata minat khusus mangrove. Website atau media sosial merupakan salah satu jalur tepat untuk mempromosikan ekowisata hutan mangrove. Yang mana isi dari website atau media sosial tersebut terkait dengan objek alam ataupun fasilitas yang ada di hutan mangrove desa lembung tersebut. Hal ini dengan tujuan agar dikenal oleh banyak orang dan pengunjung tidak hanay dari masyarakat Pamekasan.
5)Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Pamekasan. Hal ini bertujuan untuk hutan mangrove ini terus dilestarikan oleh pemerintah serta dapat dijadikan wisata unggulan oleh dinas pariwisata Kabupaten Pamekasan.
Suatu wisata dapat dikatakan berhasil apabila sudah memenuhi tiga karakteristik, diantaranya adalah 1) kelestarian lingkungan terjaga, 2)menjamin kepuasan pengunjung, dan 3) meningkatkan keterpaduan pembangunan masyarakat disekitar kawasan (Ayob et al., 2009).
Kesimpulan
Strategi yang diterapkan dalam memberdayakan masyarakat untuk menunjang keberhasilan ekowisata hutan mangrove di Desa Lembung Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan strategi persuasif, strategi edukatif dan startegi fasilitatif. Tidak hanya itu kelompok pemberdayaan juga melakukan kemitraan guna kemajuan ekowisata tersebut. Kemitraan tersebut diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, serta KUH Perdata, kerjasama kemitraan mangrove. Selain itu juga terdapat strategi lain yang diterapkan guna mengelola dalam penegmbangan ekowisata antara lain adalah mengembangkan produk ekowisata minat khusus mangrove, menambah fasilitas dan sarana kegiatan ekowisata mangrove, meningkatkan mutu sumber daya manusia yang kompeten dalam kegiatan ekowisata hutan mangrove, membuat jaringan melalui website atau media sosial ekowisata minat khusus mangrove, dan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Setempat.
Artikel By :
Zainol Arifin, Nila Ratih, dan Alifatun Nisa
DAFTAR PUSTAKA
Hendra, F., & Suryanto, D. (2020). Pemberdayaan Potensi Hutan Mangrove. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 01(01), 108–118.
Karlina, E. (2015). Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Pantai Tanjung Bara, Kutai Timur , Kalimatan Timur. Jurnal Penelitian Hutan Dan Konservasi Alam, 12(2), 191–208. https://doi.org/10.20886/jphka.2015.12.2.191-208
Mahmudah, S., Badriyah, S. M., Turisno, B. E., & Soemarmi, A. (2019). Strategi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove. Masalah-Masalah Hukum, 48(4), 393. https://doi.org/10.14710/mmh.48.4.2019.393-401
Mulyadi, E., Hendriyanto, O., & Fitriani, N. (2010). Konservasi Hutan Mangrove. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, vol.1, 51–58.
Rianto, F., Jenawi, B., & Sujarwani, R. (2021). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Ekowisata pada Desa Pesisir di Kabupaten Bintan. JPM (Jurnal Pemberdayaan Masyarakat), 6(1), 623–631. https://doi.org/10.21067/jpm.v6i1.4049
Riefani, M. K., Mahrudin, & Soendjoto, M. A. (2019). Pemberdayaan masyarakat untuk melestarikan Kawasan Ekowisata Mangrove Desa Pagatan Besar Kabupaten Tanah Laut. PRO SEJAHTERA (Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat), 1(May), 121–126. https://www.researchgate.net/publication/333109122_Pemberdayaan_masyarakat_untuk_melestarikan_Kawasan_Ekowisata_Mangrove_Desa_Pagatan_Besar_Kabupaten_Tanah_Laut