Analisis pengembangan pariwisata sangat penting sebagai rencana pembangunan ekonomi berbasis pariwisata. Salah satu konsep anaslisisnya adalah 4 A. yaitu Attaraction, Accessibility, Amenity, Ancilliary services.
Pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki Trickle Down Effct cukup signifikan dalam pemerataan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Terlebih jika pariwisata dikelola dengan model kerakyatan, berbasis potensi lokal masyarakat. Pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi yang prospektif sudah selayaknya dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Terdapat banyak konsep pengembangan pariwisata yang dapat diterapkan dalam rencana strategis pembangunan.
Namun, implementasi berbagai strategi dan konsep tersebut haruslah didukung oleh komponen yang membentuk pariwisata itu sendiri. Jika pariwisata dipahami sebagai “industri†(meskipun ini masih perdebatan) maka akan banyak sektor penopang yang menjadikannya semakin kuat dalam ekonomi.
Terdapat beberapa strategi pengembangan pariwisata yang sering menjadi diskusi akademik. Misalnya community based torism, small scalled tourism strategy, The Sphere of tourism resilience, Socio-ecological system tourism dan berbagai strategi adaptif lainnya. Namun, semua itu mensyaratkan adanya komponen yang akan dikembangkan. Dalam perspektif ini, komponen yang menjadi prasyarat adalah 4 A (Attraction, Amenity, Accessibility, dan Ancilliary services).
Sebelum mengulas komponen 4A tersebut, marilah kita pahami dahulu apa itu pariwisata. Pengertian Pariwisata
Pariwisata menurut United Nation World Tourism Organization yaitu segala aspek kegiatan yang dilakukan seseorang yang sedang melakukan kunjungan ke suatu daerah yang bertujuan untuk rekreasi, sedang melakukan perjalanan bisnis, dan tujuan lainnya. (Basuki Antariksa, 2016 dalam (Noviarita, Kurniawan, and Nurmalia 2021)
Pariwisata dapat dipahami dengan dua pandangan, Pariwisata sebagai aktifitas individual dan Pariwisata sebagai sistem. Pariwisata dengan konsep yang mengiringinya merupakan kajian yang sangat menarik.
Pariwisata sebagai aktifitas Individu
Kajian pariwisata klasik dengan pendekatan Bertalanffy’s general systems theory ditengarai pertama kali dilakukan oleh (Cuervo, n.d.), menurutnya Pariwisata merupakan seperangkat hubungan antara Pelayanan dan fasilitas yang dihasilkan karena perpindahan individu.
Ketika seseorang melakukan perjalanan dari tempat domisili secara pengertian individual berarti dia melakukan perjalanan wisata. Mobilitas individu ini kemudian dikategorisasikan sebagai perjalanan wisata, wisata liburan, wisata bisnis, wisata Pendidikan, bahkan wisata Kesehatan.
Pariwisata sebagai aktifitas individu,diartikan sebagai kegiatan individu secara sukarela untuk mengunjungi suatu tempat dengan meninggalkan linkungan dimana dia tinggal. Dalam konteks ini, turist dianggap sebagai “visitor†sebagaimana disepakati dalam United Nations Conference on International Travel and Tourism pada 1963. Pengertian ini melahirkan dikotomi Visitor, pertama visitor yang tinggal setidaknya 24 Jam untuk kepentingan liburan, kesehatan (berobat), maupun olahraga. Kedua visitor yang tinggal kurang dari 24 Jam atau kunjungan sementara. Pengertian ini dianggap gagal mendefiniskan wisatawan lokal / domestik.
Pariwisata sebagai Sistem
Selain itu, Pariwisata juga diartikan sebagai kumpulan dari berbagai hal yang terhimpun dalam satu kegiatan atau aktifitas yang terdiri dari: (1) Transportasi baik udara, darat, dan laut. (2) Penginapan: hotel, losmen dan sebagainya (3) Agen perjalanan (4)Tour guide (5) Restoran, kafe dan lainnya (6) Perusahaan besar yang berdedikasi untuk menjual souvenir, barang keperluan perjalanan, dan barang lain yang biasa dikonsumsi oleh wisatawan (7) Produsen souvenir dan barang yang biasa dikonsumsi para wisatawan (8) Pengrajin yang memproduksi barang barang khas (9) Pusat hiburan (Lohmann & Netto, 2016).
(Sergio, 1997) dalam (Lohmann & Netto, 2016) memaknai Pariwisata sebagai rangkaian bagian yang berinteraksi, saling berkaitan membentuk sistem wisata. Bagian tersebut terdiri dari Superstructure, Demand, Infrastructure: airports, roads, Attractions, Equipment and facilities, The hosting community. Pariwisata seringkali disebut sebagai kegiatan multifacet, lintas sektor ekonomi konvensional.
Pengertian ini meniscayakan adanya input berupa sumberdaya sosial-ekonomi, budaya dan lingkungan saling berkaitan membentuk aktifitas komplek kegiatan pariwisata . Meskipun seringkali digambarkan sebagai “Industri†namun faktanya Pariwisata tidak memiliki fungsi produksi sebagaimana industri pada umumnya. Namun demikian, pariwisata akan menumbuhkan berbagai usaha penopangnya seperti Travel, perhotelan, restauran, souvenir dan banyak lagi, hal inilah kemudian yang menyebabkan Pariwisata seringkali dirujuk sebagai Industri pariwisata.
Pada perkembangan berikutnya, World Tourism Organization secara kompleks memaknai pariwisata sebagai kegiatan dimana seseorang mengunjungi suatu tempat tidak lebih dari satu tahun berturut turut untuk tujuan liburan, bisnis atau tujuan lainnya (Yanke, 2004) dalam (Camilleri, 2018) Definisi ini dinilai mampu membedakan wisatawan domestik dan mancanegara.
Analisis Pengembangan Pariwisata berbasis 4A

Saat ini wisata menjadi salah satu kebutuhan yang menjadi kebutuhan hidup. Dimana seseorang yang terus bekerja tentu mengalami kejenuhan. Untuk menghilangkan rasa kejenuhan tersebut seseorang tentu melakukan kegiatan pariwisata. Seperti halnya wisata yang kaya dengan alam dan budayanya. Wisata alam yang indah akan memiliki hawa yang sejuk karena terdapat tumbuhan, bunga, serta dikelilingi oleh pegunungan dan bukit. Keaneka ragaman budaya suatu daeah tentu memiliki ciri khas masing-masing. Keunikan yang ada akan membuat wistawan tertarik untuk berkunjung (Noviarita, Kurniawan, and Nurmalia 2021).
Melihat capaian dan keberhasilan suatu tempat wisata maka dapat dilihat dari empat komponen utama dalam pariwisata, yaitu : Attraction (Daya Tarik), Accesibility (Aksesibilitas), Amenity (Fasilitas), dan Ancilliary  Services (pelayanan tambahan).
Konsep 4A dalam pariwisata pertama kali diperkenalkan oleh Dr. J. R. Brent Ritchie dan C. R. Goeldner pada tahun 1994 dalam buku mereka yang berjudul “Travel, Tourism, and Hospitality Research: A Handbook for Managers and Researchers”. Konsep ini kemudian berkembang dan dipopulerkan oleh para ahli pariwisata lainnya, termasuk Cooper dan Hall dalam bukunya yang berjudul “Contemporary Tourism: An International Approach” yang diterbitkan pada tahun 2008. Oleh karena itu, konsep 4A dalam pariwisata dikenal secara luas dan diakui oleh banyak ahli pariwisata.
Attraction (Daya Tarik)
Attraction atau Atraksi merupakan daya tarik potensi wisata yang menjadi suatu andalan pada objek wisata. Untuk menentukan potensi yang ada pada suatu daerah, maka dapat dilihat dari peluang besar yang ada di sekitar. Sebuah daerah dapat dijadikan tujuan untuk berwisata karena terdapat kondisi yang mendukung (Setiawan 2015). Selain itu kesiapan dalam pariwisata menjadi tolak ukur dalam perkembangan pariwisata. Ragam atraksi pada pariwisata terdiri dari alam, budaya, dan juga buatan. atraksi ini berkaitan dengan “apa yang bisa dilihat, dan apa yang bisa dilakukan” oleh wisatawan.
Menurut Arjana (2015:98) dalam (Putri 2018) jenis-jenis pariwisata berdasarkan objek wisata terdiri dari :
- Pariwisata budaya, merupakan pariwisata yang menunjukkan atraksi-atraksi yang unik dan memiliki ciri khas suatu daerah, sehingga dapat dijadikan ikon pariwisata pada suatu daerah.
- Pariwisata kesehatan, merupakan seperti wisata mandi susu di Eropa, mandi kopi di Jepang, dan mandi air panas di beberapa tempat di Indonesia seperti Yogyakarta yang menawarkan Heals the Body, Exploring Jamu, dan Java Spa Treatment. Di Solo yang terdapat Aromatic Expreince, Lawu Eco-wellness, dan Hortus Medicus Trip. Selain itu Bali juga terdapat Meet The Traditions, HealthyDelicious Tour, dan Explore the Industries (Ramadhian 2021).
- Pariwisata perdagangan, merupakan jenis pariwisata yang bermula dari adanya perdagangan bebas yang ditandai oleh banyaknya kegiatan promosi melalui suatu event.
- Pariwisata olahraga, merupakan jenis pariwisata yang mampu mengumpulkan pengunjung khusunya pecinta olahraga seperti SEA Games, pesta olahraga regional, kejuaraan tenis, bulu tangkis, sepak bola, dan lain sebagainya.
- Pariwisata politik, merupakan pariwisata yang memperingati hari-hari penting atau parade pada suatu daerah tertentu.
- Pariwisata spiritual/keagamaan, merupakan kegiatan pariwisata yang meliputi kegiatan keagamaan seperti perjalanan naik haji ke Makkah bagi umat Islam.
- Pariwisata alam, yaitu objek wisata yang menawarkan atraksi alami yang berupa pegunungan, laut, pantai, kekayaan flora dan fauna, dan lain sebagainya.
Salah satu motivasi wisatawan untuk datang ke tempat wisata yaitu adanya keinginan, kebutuhan, dan juga untuk memenuhi kepuasan. Biasanya wisatawan tertarik untuk berkunjung ke tempat wisata karena suatu tempat wisata terdapat ciri-ciri khas tertentu. Ciri-ciri khas tersebut yang dapat menarik wisatawan yaitu, : memiliki keindahan alam yang bagus, Iklim dan cuaca, Kebudayaan yang memiliki khas tertentu, dan juga Sejarah yang menarik (Santi Deliani Rahmawati 2020).
Oleh karena itu dalam hal ini dapat dilihat bahwa atraksi pariwisata dapat dikembangkan sebagai potensi pariwisata. Atraksi pariwisata ini merupakan modal awal dalam perkembangan wisata karena dapat memperlihatkan daya tarik yang ada pada daerah tersebut. Dengan demikian atraksi wisata dapat menjadi daya tarik yang berupa keindahan dan keunikan dari wisata untuk dapat menarik perhatian wisatawan yang datang (Suwena and Widyatmaja 2010).
Accessibillity (Aksesibiltas)
Aksesibilitas dalam pariwisata sangat diperlukan, dimana hal tersebut dapat memberikan kemudahan bagi wisatawan dalam mendapatkan akomodasi yang memadai. Segala macam akomodasi merupakan akses terpenting dalam berwisata, seperti informasi mengenai transportasi darat, laut, maupun udara. Informasi ini bisa didapat melalui internet maupun non internet (Noviarita, Kurniawan, and Nurmalia 2021).
Jika suatu tempat wisata memiliki potensi yang baik maka harus diberikan aksesibilitas yang memadai, sehingga tempat tersebut patut untuk dikunjungi. Sangat penting bagi destinasi wisata untuk memiliki aksesibilitas yang baik, sehingga dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang datang. Selain itu faktor terkait aksesibilitas ini juga meliputi, biaya transportasi, petunjuk arah, serta biaya untuk berkunjung ke tempat wisata. (Sunaryo 2013). Banyak sekali tempat wisata di berbagai daerah yang mempunyai daya tarik wisata yang indah tetapi tidak memiliki akses jalan yang baik, sehingga ketika dipromosikan wisatawan kurang tertarik untuk datang.
Aksesibilatas sebenarnya lebih menekankan pada penyediaan akses transportasi. Dimana pengunjung dapat dengan mudah mendapatkan transportasi untuk sampai ke tempat wisata. Terlebih lagi terhadap wisatawan yang belum pernah sampai ke tempat wisata dan tidak menggunakan jasa travel agent tentu membutuhkan transportasi umum yang ada di sekitar wisata. Ketersediaan transportasi umum akan memudahkan pengunjung yang tidak membawa kendaraan pribadi .selain itu, Ketersediaan infrasturktur juga merupakan salah satu hal terpenting dalam berkunjung ke tempat wisata, hal ini karena dapat mempengaruhi kenyamanan aktivitas saat berkunjung.
Amenity (Fasilitas)
Pada aspek amenitas berpacu pada segala sarana dan prasarana yang terdapat pada pariwisata. Amenitas pada suatu pariwisata merupakan fasilitas pendukung yang dibutuhkan wisatawan selama berada di tempat wisata. Sarana dan prasarana meliputi tersedianya akomodasi, fasilitas ibadah, penyediaan tempat makan dan minum atau restaurant, tempat menginap, tersedianya air bersih, toilet dan lain sebagainya (Sugiama 2011).
Fasilitas pendukung ini merupakan salah satu bentuk demi adanya kelancaran dan kenyamanan pengunjung selama berwisata, seperti fasilitas penginapan yang dibutuhkan untuk tempat tinggal bagi wisatawan yang ingin bermalam, sarana tempat ibadah bagi wisatawan yang beragama, tempat duduk yang dilengkapi dengan tutup seperti pondok untuk bersantai dan menikmati keindahan tempat wisata, restaurant atau warung makan yang dibutuhkan ketika wisatawan tidak membawa bekal makanan dan ingin menginap. Selain itu penyediaan tempat parkir yang luas juga sangat diperlukan ketika berkunjung ke tempat wisata, hal ini dibutuhkan karena lebih memudahkan wisatawan untuk sampai ke tempat wisata. Terlebih lagi jika wisatawan yang datang merupakan wisatawan yang membawa rombongan dengan menggunakan kendaraan yang besar seperti bus pariwisata (Way et al. 2016).
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa amenitas ini bukan hanya terdapat pada daerah tujuan untuk berwisata, namun amenitas juga dibututhkan ketika wisatawan melakukan perjalanan untuk sampai ke tempat wisata. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara sarana dan prasarana pada pariwisata. Suatu tempat wisata dapat dikatakan baik apabila terdapat amenitas yang cukup bagus dan memadai (Setiawan 2015).
Ancilliary Services (Pelayanan tambahan)
Menurut (Sugiama 2011) ancillary merupakan suatu lembaga atau organisasi yang ada pada tempat wisata. Lembaga tersebut merupakan orang-orang yang mengurus destinasi wisata. Dimana dengan adanya lembaga dapat mempermudah sistem pengelolaan agar tempat wisata berjalan lebih optimal. Meskipun mempunyai atraksi, amenitas, dan ancillary yang baik, akan tetapi jika tidak ada orang yang mengatur dan mengelola wisata maka tempat wisata tidak akan bisa berkembang dengan baik. Selain itu adanya lembaga pelayanan guna untuk mempromosikan tempat wisata. Hal ini bertujuan agar tempat wisata lebih dikenal oleh banyak orang (Noviarita, Kurniawan, and Nurmalia 2021).
Pengembangan pariwisata merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas objek wisata. Pengembangan pada sarana dan prasarana merupakan komponen yang tak kalah penting. Selain itu adanya promosi wisata juga diperlukan untuk menarik perhatian wisatawan (Khotimah and Wilopo 2017). Kegiatan promosi bisa dilakukan secara pribadi maupun melalui media massa, hal ini dilakukan untuk mempengaruhi kunjungan wisata. Supaya promosi yang dilakukan lebih efisien maka lebih baik jika mempromosikan wisata melalui media massa, dengan demikian biaya yang dikeluarkan relatif lebih sedikit tetapi memiliki dampak dan manfaat yang lebih besar (Buditiawan 2021).
Pada umumnya dalam pengembangan pariwisata harus diikuti oleh campur tangan pemerintah, lembaga, masyarakat maupun instansi lainnya. Untuk dapat mengelola suatu destinasi wisata tentu diperlukan keterlibatan dan sinergi stakeholder yang dapat membantu keberhasilan dalam pengembangan suatu pariwisata. Meskipun pada dasarnya dalam pengambilan keputusan tetap pengelola dari lembaga yang berwenang.
Dalam pengembangan pariwisata memiliki dampak yang cukup besar seperti dampak sosial ekonomi. Dengan adanya pengembangan wisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar. Seperti jasa transportasi darat dan laut yang digunakan untuk sampai ke tujuan tempat wisata. Akses yang mudah didapat ini akan membantu pengunjung untuk lebih tertarik datang ke tempat wisata. Jumlah pengunjung juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi meningkatnya ekonomi pada pengembangan tempat wisata.
Oleh karena itu 4 komponen menurut Cooper dapat membantu menganalisis keberhasilan suatu pariwisata, keempat komponen tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Dengan demikian dibutuhkan adanya evaluasi pariwisata untuk dapat membantu mengembangkan wisata secara maximal. Kekurangan yang ada pada wisata dapat terlihat, sehingga dapat diperbaiki menjadi wisata yang lebih baik.
Demikian uraian mengenai komponen 4 A dalam pengembangan pariwisata. Semoga bermanfaat. Terimakasih, salam literasi.